Perkenalan dengan Sejarawan Pattani
Dalam
obrolan sepulang shalat jum’at, Baba Abdul Karim menyebut nama Baba Ismail Ishaq
sebagai seorang ahli sejarah di Pattani. Tidak lama berselang beliau langsung
menelpon Baba Ismail dan mengatakan, “Kita kedatangan seorang tamu dari
Indonesia yang ingin menziarahi pondok-pondok di pattani dan ingin melakukan
penelitian.” Kemudian Baba Abdul Karim memberikan handphone-nya ke saya,
mengisyaratkan agar saya berbicara langsung dengan Baba Ismail. Melalui
telepon, saya pun berkenalan dengan Baba Ismail. Baba Ismail berkenan datang ke
pondok untuk bertemu dengan saya. Ia berjanji untuk datang besok pagi. Beliau juga
menawarkan diri untuk memberikan bantuan yang diperlukan. Agenda esok paginya
ialah menghadiri pengajian rutin di Masjid Jami’ Pattani yang akan diisi oleh Baba
Ismail Sepanjang, pimpinan Pondok Sepanjang dan salah seorang ulama kharismatik
di Pattani saat ini. Selanjutnya Baba Ismail akan menemani saya mengunjungi Pondok
Dale, salah satu pondok besar di Pattani.
Manusia
punya rencana, Allah jua yang memutuskan. Pagi itu saya diberitahu oleh Ustadz
Abdul Qadir bahwa Baba Ismail tidak jadi datang. Acara pengajian di Masjid
Jami’ batal karena ada sesuatu hal. Selain itu Baba Ismail kedatangan tamu di
rumahnya. Baba Ismail menelpon saya, ia menyarankan saya untuk ikut rombongan
ustadz dari pondok ke sebuah pondok tahfidz di Kampong Biara Tok Pasai pada
sore hari nanti dan bertemu dengannya di sana. Sore itu akan diadakan rapat
pengurus inti Persatuan Ulama tiga wilayah (Pattani, Yala dan Narathiwat) untuk
membicarakan agenda safari (khuruj)
yang akan diadakan pada minggu berikutnya. Sebelum shalat ‘ashar saya berangkat
bersama Baba Abdul Karim dan Ustadz Abdul Qadir ke pondok tahfizh tersebut.
Alhamdulillah saya bertemu dengan baba Ismail di pondok ini. saya mengikuti
rapat ini sampai menjelang masuknya waktu shalat Maghrib.
Setelah
Rapat usai, kami berangkat menuju rumaha Baba Ismail. Baba Ismail hanya mampir
sebentar dan langsung mengajak saya shalat maghrib di sebuah masjid baru, tidak
jauh dari rumahnya. Setelah shalat, Baba Ismail menjelaskan nama kampong
tersebut, yaitu Kampong Biara Tok Pasai. Kenapa biara? Karena sebelum Islam masuk
ke Pattani, di kampong ini dulunya ada sebuah biara. Kenapa Tok Pasai? Tok Pasai
adalah panggilan bagi Syekh Muhammad Sa’id yang berasal dari Yaman, tetapi
sebelumnya berdakwah di Pasai, Aceh. Ulama ini dipandang sebagai pendakwah
terawal ke Pattani. Syekh inilah yang mengislamkan raja Hindu Pattani masa itu,
Phya Tu Nakpa Putra Phya Tu Jandra Mahayana. Setelah memeluk Islam (1457), sang syekh menukar
nama raja tersebut dengan Sultan Ismail Shah.
Setelah
shalat maghrib, Baba Ismail mengajak saya makan malam di sebuah restoran. Kami
menaiki mobil yang dikendarai oleh puteranya, Ustadz Hawari, yang baru saja
tamat S1 di Al-Azhar, Kairo, Mesir. Sambil makan, Baba Ismail mulai bercerita
tentang sejarah Pattani. Menurutnya sejak abad ke-6 Pattani sudah menjadi
kerajaan besar dan memiliki peradaban yang tinggi dengan nama Kerajaan
Langkasuka. Beliau menemukan bukti di sebuah buku yang ditemukannya di Bangkok
yang berjudul, The Ancient City.
Dalam buku tersebut diriwayatkan, pada 541 M kerajaan Langkasuka mengirim duta
untuk mengunjungi kerajaan Cina. Raja Cina waktu itu menyuruh pelukis istana
untuk melukis peta Pattani. Menurut buku tersebut, lukisan tersebut masih
tersimpan di National Museum of China, di Beijing. Beliau juga menceritakan asal
usul Maulana Malik Ibrahim (Sunan Ampel) yang menurutnya, berasal dari (ibu) Pattani
dan (ayah) Champa. Beliau menganalisis nama Kerisik (yang dulunya nama tempat
berdirinya istana Kesultanan Islam Pattani) dengan Gresik, tempat menetapnya Sunan
Ampel di Jawa Timur. Berdasarkan hal ini, beliau berpendapat Sunan Ampel
memberi nama tempatnya di Jawa sesuai dengan nama tempat tinggal sebelumnya (Kerisik,
Pattani).
Baba
Ismail adalah seorang ahli sejarah Pattani khususnya, Nusantara umunya yang
sering diundang sebagai nara sumber pada seminar-seminar terutama di Thailand
dan Malaysia. Kecintaan adik ipar mantan Sekjen ASEAN, Surin Pitsuwan ini
kepada sejarah Islam di Pattani terbukti dengan upayanya untuk menubuhkan Pusat
Pemulihan Seni Budaya dan Sejarah Tempatan Wilayah Sempadan Selatan Thailand (PUSTA),
di mana beliau sendiri sebagai presidennya. Selain membicarakan sejarah, beliau
juga menceritakan hubungan dekatnya dengan alm. Ustadz Wan Mohd Saghir Abdullah,
sang peneliti sejarah Islam, ulama dan manuskrip Nusantara. Ia menyebut Ustadz
Wan Saghir sebagai gurunya. Ia juga menceritakan persahabatannya dengan Bapak
Ahmad Mansur Suryanegara, sang penulis buku Api
Sejarah yang terkenal di Indonesia. Baba Ismail bercerita, beliau menemani
Ahmad Mansur mengunjungi tempat-tempat bersejarah di Pattani ketika yang
terakhir melawat Pattani beberapa tahun yang lalu. Selain itu ia juga
menceritakan pengalamannya mengunjungi beberapa daerah di Indonesia.
Setelah
berdiskusi cukup panjang, malam itu saya di antar Baba Ismail ke sebuah hotel
di pusat kota. Beliau berjanji menjemput saya pagi esok hari jam 6.30 dan
mengantarkan saya ke terminal bus menuju Sungai Golok, perbatasan Thailand-Malaysia.
Dalam perjalanan ke hotel, saya sempat diajak muter-muter dalam kompleks kampus Prince Songkhla of University,
sebuah perguruan tinggi negeri terbesar di Pattani.
Masjid Kerisik
Sesuai
dengan janjinya, jam 6.30 tepat, Baba Ismail sudah sampai di hotel. Dari hotel
beliau mengajak saya sarapan di sebuah kedai dalam kota. Setelah sarapan, Ustadz
Hawari bertanya apakah saya sudah mengunjungi masjid kerisik? saya jawab, belum.
“Baik, sebelum ke terminal, kita singgah ke sana sebentar,” kataya. Saya
berkata dalam hati, “memang dari kemarin saya ingin mengunjungi masjid bersejarah
tersebut”. Namun karena kesuntukan masa, sepertinya saya tidak sempat lagi.
Alhamdulillah Allah masih memberi saya kesempatan untuk mengunjungi masjid tua
tersebut.
Sesampaimya
di pekarangan Masjid Kerisik, Baba Ismail menjelaskan masjid ini didirikan pada
tahun 1583, pada masa pemerintahan Sultan
Muzhafar Shah, putra Sultan Ismail Shah (Sultan Pattani yang pertama memeluk Islam).
Karena itu masjid ini dikenal juga dengan nama Masjid Sultan Muzhafar Shah.
Pada masa dahulu, masjid ini berada dalam kompleks Istana Kesultanan Pattani.
Tidak jauh dari masjid ada sebuah sumur yang diberi nama Telaga Hang Tuah.
Menurut Baba Ismail, Sultan Pattani memerintahkan rakyatnya membuat telaga
tersebut pada saat Hang Tuah, panglima Kesultana Islam Melaka yang terkenal
mengunjungi Pattani. Ini sebagai kenangan yang akan menjadi bukti sejarah kunjungan
Hang Tuah ke Pattani. Untuk itu, nama Hang Tuah diabadikan pada sumur tersebut.
Di
belakang papan nama masjid ditulis sejarah ringkas Masjid Kerisik. Di antara
yang menarik adalah, bangunan masjid menggunakan batu bata merah yang dibuat
dari tanah liat dicampur beras merah yang ditumbuk halus dan dicampur putih
telur. Ini menunjukkan kearifan lokal (local
genius) dan ketinggian peradaban Melayu Pattani waktu itu. Di halaman
masjid terdapat replica meriam milik masyarakat Pattani. Ternyata Pattani
pernah memiliki peradaban yang maju. Terbukti mereka sudah mampu memproduksi
meriam pada suatu masa dahulu. Menurut Baba Ismail, meriam yang asli di bawa
pihak kerajaan Thailand ke Bangkok dan disimpan di sebuah museum.
Baba
Ismail juga menceritakan peristiwa berdarah April 2004 di masjid tua ini di
mana 32 orang pejuang Muslim Pattani yang tewas setelah dibom oleh tentara kerajaan
Thailand. Namun, ajaibnya, hanya atap masjid yang rusak, sedangkan dinding
masjid tetap utuh. Setelah sedikit puas mendengarkan uraian Baba Ismail dan
mengambil foto secukupnya, saya diantar ke terminal bus. Dari terminal ini saya
menaiki van menuju Sungai Golok, perbatasan Thailand-Malaysia.